Barusan Hujan

Barusan hujan. 

Hujan. Salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Aku pun berdoa. 

Setelah sebelumnya, aku mengingatkan seseorang tentang seseorang yang lain. Membuat kode padanya bahwa ini bukan permainan. Mengatakan padanya bahwa aku tidak apa-apa dan tidak akan kenapa-kenapa. 

Ya Rabb.. 

Bagaimanapun takdir-Mu. Sesungguhnya Engkah MahaBesar. Tiada yang terjadi tanpa seizin-Mu. Tapi, jika nanti, itu Benar-benar menyakitkan, izinkan aku menangis beberapa jam saja di hadapan-Mu. Meminta Engkau melepaskan apa yang aku ikat sendiri. Dan, saat itu terjadi, tolong aku. 

On Ramadan 

Bismillah. 

Berjuta syukur pada Allah-ku. Sungguh aku selalu membutuhkan Engkau sampai aku tua nanti. Sampai mati. 

Ramadan. 

Seperti biasa, aku berharap bisa memanfaatkannya dengan baik. 

Dua-tiga hari awal puasa, oke lah.. bisa fokus. Selanjutnya, lagi-lagi, dihadapkan dengan tugas sekolah. Eraport, Dapodik (yang sampai sekarang belum rampung), dan PPDB. 

Dengan kesemuanya, setiap hari selalu pulang menjelang magrib. Hari minggu pun kadang masih sempat berangkat. 

Masih bisa teraweh jamaah sih, kecuali ada satu hari, masih standby di sekolah sampai jam 9 malam. Pakai baju pemda pula. Ya, itu ketika tiba-tiba server eraport hank. Harus instal ulang, data nilai guru-guru pun zonk. Alasan lain tidak teraweh jamaah itu karena bukber. 

Dan diantara itu, masih bisa tilawah juga, tetapi tidak bisa total setiap hari. Ngantuuk. 

Cobaan lainnya adalah ketika aku harus melalui semua deretan kegiatan itu, dengan seseorang. Laki-laki. Sebenarnya, dengan laki-laki yang biasa. Biasa ditemui, biasa kerja bareng, tetapi… ya, tetapi. Ada sebab yang membuat “lebih baik tidak berkomunikasi dengan bapak itu”. 

Aku menutup kegiatan sekolahku jumat kemarin dengan bukber di sekolah. Alhamdulilah. Libuur. 

And then, di rumah, masih ada saja yang menanyakan, “dimana?” 

Hmm, bahkan kalimat tanya yang satu itu begitu ajaib membuatku merasa aneh. Ya, dasar perempuan. 

Terakhir, aku mengontrol server sekolah dengan Team Viewer. Sedikit-sedikit mencicil tugas sekolah yang belum rampung. Aku pikir, di ruangan sekolah tempat server disimpan, tidak ada siapapun. Namun, kursor mouse bergerak sendiri, mengkonfigurasi winbox. 

Aku langsung kirim pesan WhatsApp, “Pak, di sekolah?” 

Iyaaa… 

Oke. Tanpa butuh penjelasannya datang ke sekolah, aku pun menunggu sampai servernya bisa aku kontrol lagi. Sampai aku lihat, aplikasi WPS terbuka. Ia membesarkan ukuran hurufnya. Huruf demi huruf terkait dan aku melihat apa yang ia tulis. Sebuah pertanyaan. Bukan tentang pekerjaan sekolah. Bukaan! 

Barisan tanya dan jawab yang membuat aku berpikir, lebih mudah mengurusi komputer daripada mengurusi hati. 

Tanya-jawab kami ditutup olehnya. 

“Tetap berusaha dan berdoa”, itu yang aku ingat. 

Ya Rabb, apa yang lebih baik daripada ridho-Mu? Tidak ada. 

Semoga Engkau selalu menguatkan hati-hati kami semuanya. Hati yang langkahnya berlelah-lelah karena Engkau. 

Jangan tinggalkan kami, Ya Rabb… Bahkan di saat kami sedang bandel, jangan tinggalkan kami. 

Aamiin. 
Mendung, hari terakhir Ramadan 1838 H